Dianggap Tidak Ada Karena Tidak Berfungsi Dengan Benar
DIANGGAP TIDAK ADA KARENA TIDAK BERFUNGSI DENGAN BENAR[1]
كَثِيْراً مَا يَنْفِي اللهُ الشَّيْءَ لِعَدَمِ فَائِدَتِهِ وَثَمْرَتِهِ الْمَقْصُوْدَةِ مِنْهُ، وَإِنْ كَانَتْ صُوْرَتُهُ مَوْجُوْدَةً
Allâh Azza wa Jalla sering menafikan sesuatu (menganggap sesuatu itu tidak ada) karena manfaat dan faidah yang diinginkan dari sesuatu itu tidak ada, meskipun fisiknya masih ada
Segala yang diciptakan oleh Allâh Azza wa Jalla pasti ada hikmah dan tujuan-Nya. Tidak ada satupun yang Allâh Azza wa Jalla ciptakan sia-sia. Manusia misalnya, Allâh Azza wa Jalla menciptakan manusia dengan segala kelengkapan indranya agar manusia bisa mengenal-Nya dan menunaikan apa yang menjadi hak Allâh Azza wa Jalla . Itulah diantara maksud Allâh Azza wa Jalla memberikan kepada manusia organ-organ tubuh yang bisa digunakan untuk mendengar, melihat dan merasakan sesuatu. Ketika maksud dan tujuan dari penciptaan organ-organ itu terwujud dalam kehidupan sehari-hari, maka organ-organ itu akan menanjak sempurna, begitu pula pemiliknya. Namun sebaliknya, jika manfaat dan tujuan itu tidak terealisasi dalam kehidupan sehari-hari, maka keberadaan organ-organ itu justru akan mendatangkan petaka. Karena keberadaannya akan menjadi hujjah (argumentasi) yang akan memberatkan si hamba saat dimintai pertanggungan jawab oleh Allâh Azza wa Jalla .
Nikmat yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan kepada para hambanya akan benar-benar menjadi nikmat yang sempurna jika tujuan dari pemberian itu diwujudkan oleh hamba yang mendapatkan nikmat tersebut. Sebaliknya, nikmat itu akan berubah menjadi bala’ bagi jika dipergunakan bukan pada tempatnya. Oleh karena itu, dalam banyak ayat, Allâh Azza wa Jalla menafikan ketiga organ penting yang merupakan nikmat Allâh Azza wa Jalla itu dari orang-orang kafir dan munafik. Artinya, ketiga nikmat itu dianggap tidak ada meskipun fisiknya masih ada, karena mereka tidak merealisasikan apa yang menjadi tujuan dari pemberian nikmat tersebut. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً ۚ صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. mereka tuli, bisu dan buta, Maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti. [al-Baqarah/2:171]
وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui [al-An’am/6:37]
لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا
Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allâh) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allâh), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allâh) [al-A’raf/7:179]
Dalam ayat terakhir, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa organ-organ tersebut ada, namun fungsinya yang tidak ada.
Allâh juga berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا ﴿١٥٠﴾ أُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allâh dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allâh dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. [An-Nisa’/4:150-151]
Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menetapkan kekufuran mereka dari semua sisi. Pengakuan mereka bahwa mereka beriman kepada sebagian kitab dan para rasul tidak menyebabkan mereka dianggap sebagai orang-orang yang beriman. Karena faidah dan buah dari keimanan mereka sirna ketika mereka menganggap Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berdusta dalam risalah yang beliau n bawa. Mereka telah mengingkari bukti keimanan yang lebih besar dari apa yang mereka akui telah mengimaninya.
Keimanan yang bermanfaat itu adalah keimanan yang bertengger di hati dan ucapkan dengan lisan, artinya hati dan lisannya selaras dalam keimanan. Keiman seperti ini pasti akan membuahkan semua kebaikan. Sementara orang-orang munafik, mereka hanya mengaku beriman dengan lisan saja sedangkan hati mereka tidak beriman. Keimanan seperti ini tentu tidak akan membuahkan kebaikan, oleh karena itu Allâh Azza wa Jalla menafikan keimanan mereka atau menilai mereka tidak memiliki iman. Semisal dengan itu, Allâh Azza wa Jalla sering mengaitkan pelaksanaaan berbagai kewajiban dengan keimanan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
dan hanya kepada Allâh hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman [Al-Mâidah/5:23]
Juga firman-Nya :
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka Sesungguhnya seperlima untuk Allâh, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allâh dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allâh Maha Kuasa atas segala sesuatu. [Al-Anfâl/8:41]
Juga firman-Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ﴿٢﴾ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ ﴿٣﴾ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allâh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb, mereka bertawakkal. (yaitu) Orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. [Al-Anfaal/8:2-4]
Keimanan yang ada dalam hati itu menuntut adanya pelaksanaan kewajiban dan meninggalkan segala yang diharamkan. Ketika ini tidak terealisasi, berarti keimanannya belum sempurna atau belum terbukti.
Begitu juga dengan ilmu syar’i yang seharusnya membuahkan amal dan ketundukan kepada semua kitab-kitab Allâh dan para rasul-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allâh yang membenarkan apa (Kitab) yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allâh ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allâh). [Al-Baqarah/2:101]
Namun ketika buah dan faidah dari ilmu syar’i itu tidak ada, maka dia layak dianggap jahil (tidak tahu) sebagaimana orang yang tidak memiliki ilmu. Wallahu A’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XVII/1434H/2013M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Diangkat dari al-Qawâidul Hisân al-Muta’alliqatu bi Tafsîril Qur’ân, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy. Kaidah ke-54
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4291-dianggap-tidak-ada-karena-tidak-berfungsi-dengan-benar.html